Apa itu Capability Maturity Model (CMM)?

Capability Maturity Model (CMM) adalah metodologi yang digunakan untuk mengembangkan dan menyempurnakan proses pengembangan perangkat lunak dalam suatu organisasi. Model ini menggambarkan jalur evolusi lima tingkat yang semakin terorganisir dan sistematis dalam meningkatkan kematangan proses.

CMM dikembangkan dan dipromosikan oleh Software Engineering Institute (SEI), sebuah pusat penelitian dan pengembangan yang disponsori oleh Departemen Pertahanan AS (DOD) dan kini menjadi bagian dari Universitas Carnegie Mellon. SEI didirikan pada tahun 1984 untuk menangani isu-isu dalam rekayasa perangkat lunak serta meningkatkan metodologi rekayasa perangkat lunak secara luas. Secara khusus, SEI bertujuan untuk mengoptimalkan proses pengembangan, pengadaan, dan pemeliharaan sistem yang sangat bergantung pada perangkat lunak untuk DOD. SEI mendorong adopsi industri terhadap Capability Maturity Model Integration (CMMI), yang merupakan evolusi dari CMM. Meski demikian, model CMM masih banyak digunakan.

CMM mirip dengan ISO 9001, salah satu dari seri standar ISO 9000 yang ditetapkan oleh International Organization for Standardization. Standar ISO 9000 menentukan sistem kualitas yang efektif untuk industri manufaktur dan jasa, sedangkan ISO 9001 secara khusus menangani pengembangan dan pemeliharaan perangkat lunak.

Perbedaan utama antara CMM dan ISO 9001 terletak pada tujuan masing-masing: ISO 9001 menentukan tingkat kualitas minimum yang dapat diterima untuk proses perangkat lunak, sementara CMM menetapkan kerangka kerja untuk peningkatan proses yang berkelanjutan. CMM lebih eksplisit dalam mendefinisikan metode yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Lima Tingkat Kematangan CMM dalam Proses Perangkat Lunak

Terdapat lima tingkat dalam proses pengembangan CMM, yaitu:

  1. Initial. Pada tingkat awal, proses tidak terorganisir, ad hoc, dan bahkan kacau. Keberhasilan bergantung pada individu dan tidak dapat diulang karena prosesnya tidak cukup terdefinisi dan terdokumentasi.
  2. Repeatable. Pada tingkat ini, proses yang diperlukan telah ditetapkan, didefinisikan, dan didokumentasikan. Sebagai hasilnya, teknik manajemen proyek dasar dapat diterapkan dan keberhasilan di area proses utama dapat diulang.
  3. Defined. Pada tingkat ini, organisasi mengembangkan standar proses pengembangan perangkat lunaknya sendiri, yang memungkinkan dokumentasi, standarisasi, dan integrasi yang lebih baik.
  4. Managed. Organisasi mulai memantau dan mengendalikan prosesnya melalui pengumpulan dan analisis data.
  5. Optimizing. Proses terus ditingkatkan melalui umpan balik dari proses serta penerapan inovasi dan peningkatan fungsionalitas.

Perbedaan antara CMM dan CMMI

CMMI adalah model yang lebih baru dan diperbarui dari CMM. SEI mengembangkan CMMI untuk mengintegrasikan dan menstandarkan CMM, yang sebelumnya memiliki model berbeda untuk setiap fungsi yang dicakupnya. Model-model ini tidak selalu selaras, sehingga integrasi membantu meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas.

CMMI memberikan panduan tambahan tentang cara meningkatkan proses utama serta mengintegrasikan prinsip pengembangan Agile, seperti perbaikan berkelanjutan. Versi pertama CMMI dirilis pada tahun 2002. Pada tahun 2013, Universitas Carnegie Mellon membentuk CMMI Institute untuk mengawasi layanan CMMI dan pengembangan model di masa depan. ISACA, organisasi profesional di bidang tata kelola TI, akuisisi, dan keamanan siber, mengakuisisi CMMI Institute pada 2016. Versi terbaru, CMMI V2.0, dirilis pada 2018 dan berfokus pada penetapan serta pemantauan tujuan bisnis di setiap tingkat kematangan.

CMMI menambahkan prinsip Agile ke dalam CMM untuk membantu meningkatkan proses pengembangan, manajemen konfigurasi perangkat lunak, dan manajemen kualitas perangkat lunak. Ini dilakukan dengan menerapkan umpan balik dan perbaikan berkelanjutan ke dalam proses pengembangan perangkat lunak. Di bawah CMMI, organisasi diharapkan terus mengoptimalkan prosesnya, mencatat umpan balik, dan menggunakannya untuk perbaikan berkelanjutan.

Salah satu kritik terhadap CMM adalah pendekatannya yang terlalu berorientasi pada proses dan kurang berorientasi pada tujuan. Beberapa organisasi merasa sulit untuk menyesuaikan CMM dengan kebutuhan spesifik mereka. Salah satu perbaikan dalam CMMI adalah fokusnya pada tujuan strategis, sehingga lebih mudah diterapkan dalam berbagai penggunaan bisnis.

Seperti CMM, CMMI juga memiliki lima tingkat kematangan proses, namun dengan definisi yang berbeda:

  1. Initial. Proses tidak dapat diprediksi dan reaktif, yang meningkatkan risiko dan mengurangi efisiensi.
  2. Managed. Proses direncanakan dan dikelola, tetapi masih menghadapi beberapa masalah.
  3. Defined. Proses menjadi lebih proaktif daripada reaktif.
  4. Quantitatively managed. Data kuantitatif digunakan untuk menciptakan proses yang lebih dapat diprediksi dan sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan.
  5. Optimizing. Organisasi memiliki serangkaian proses yang konsisten dan terus disempurnakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *